
Jakarta (Antara) – Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Ari Setiadi meninjau permohonan tersebut. berlebihan (OTT) Agar layanan seperti WhatsApp, Facebook dan sejenisnya memiliki pusat data di Indonesia, maka perlu dilakukan perlindungan kedaulatan informasi masyarakat Indonesia.
Budi mengatakan layanan internet berbasis satelit Starlink saat rapat kerja dengan Komisi I DPR RI di gedung DPR RI saat ditanya anggota dewan soal kedaulatan data di Indonesia.
“Masalah OTT ini perlu dibenahi, kemudian kita (Kemenkominfo dan DPD) perlu pembahasan khusus. Ini masalah kedaulatan, termasuk bagaimana penanganannya.” Pusat Data“Dia akan berangkat ke Indonesia,” kata Budi saat ditemui di Jakarta, Senin.
Baca juga: CEO: PDN adalah upaya pemerintah untuk kedaulatan data.
Layanan OTT dapat diartikan sebagai aplikasi yang menyediakan layanan melalui Internet tanpa biaya tambahan, seperti layanan pesan instan seperti WhatsApp, Telegram, iMessage, YouTube, dan lain sebagainya.
Menurut Budi, OTT seperti Indonesia harusnya lebih diatur karena penggunanya mencapai ratusan juta. Daripada khawatir kedaulatan data Indonesia akan dirusak oleh Starlink, ia yakin pemerintah sebaiknya fokus pada aplikasi OTT.
Jadi kalau mau bicara kedaulatan data, 250 juta masyarakat Indonesia menggunakan WhatsApp, dan Starlink saat ini digunakan 1000-2000 orang, artinya (OTT), kata Budi.
Baca juga: Menkominfo menyampaikan masyarakat harus terlibat dalam menjaga kedaulatan informasi Indonesia.
Hal ini sejalan dengan banyaknya komentar para pengamat dan pakar telekomunikasi yang berpendapat bahwa penyelenggaraan OTT harus diatur agar tidak membahayakan industri telekomunikasi.
Salah satu pengamat yang melontarkan komentar tersebut adalah Heru Sutadi, pengamat ekonomi digital dan direktur eksekutif Institut ICT Indonesia.
Di tahun Di penghujung tahun 2023, tepatnya Rabu (27/12/2023), dia yakin regulasi terkait pelayanan sudah ada. Terlalu banyak (OTT) untuk memberikan persaingan yang sehat di industri seluler.
Di Jakarta, Heru mengatakan, “Tentunya regulasi terkait OTT sangat ditunggu-tunggu oleh para pelaku industri telekomunikasi.”
Heru mengatakan industri telekomunikasi di Indonesia sangat terdisrupsi dengan hadirnya layanan OTT. Dia mencontohkan layanan SMS atau panggilan suara seluler mengurangi trafik dan digantikan oleh penyedia layanan OTT seperti WhatsApp atau Telegram.
Saat ini, sebagian besar layanan komunikasi lebih dapat diandalkan Forum OTT yang menggunakan infrastruktur yang disediakan oleh operator telekomunikasi
Baca juga: Anggota DPR mendorong transformasi Telkom untuk memperkuat kedaulatan informasi
Perubahan ini berdampak pada posisi operator telekomunikasi yang mencoba menjadi penyedia infrastruktur tanpa mendapatkan keuntungan finansial.
Selain itu, saat ini perusahaan OTT juga sudah dibebaskan pajak atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), ujarnya.
Padahal, menurut Heru, potensi penerimaan negara dari perpajakan perusahaan OTT sangat besar. Oleh karena itu, pihaknya menilai pentingnya pengaturan layanan OTT untuk menjaga keseimbangan yang adil dan berkelanjutan antara pelaku industri telekomunikasi dan OTT.
Baca juga: Pengamat nilai memerlukan peraturan OTT untuk menjaga industri tetap sehat
Koresponden: Livia Christiani
Redaktur : Siti Zulaikha
Hak Cipta © ANTARA 2024